Sabtu, 23 Agustus 2008

Sebuah Cerita Pengalaman dari Jombang (Diambil dari Buletin SADAR)

Membutuhkan waktu dua jam untuk menuju Terminal Jombang dari Surabaya, dengan menempuh kendaraan bus kota. Masih sekitar 15 kilometer lagi menuju Desa Ngampel, Kabupaten Jombang. Sebuah desa yang dihuni oleh mayoritas masyarakat yang dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya dengan bercocok tanam. Seperti umumnya tayangan di televisi menggambarkan tentang desa, dimana hamparan luas lahan pertanian yang hijau, kegelapan di malam hari yang tersinari nyala alami dari kunang-kunang dan bulan, kesejukan dari embun dan kicauan burung di pagi hari serta keramahan dan senyum penduduk di desa. Benar, itulah yang pertama kali saya dapatkan ketika hadir di sana pada kisaran pertengahan bulan Juni 2008. Bisa dikatakan satu bentuk “rekreasi” bagi saya ketika datang ke Desa Ngampel, setelah bertahun-tahun merasakan sumpek dan bisingnya kota Surabaya.

Namun jika saja kehadiran saya lebih awal, maka saya pasti akan merasakan ketegangan di desa itu. Ya, pada tahun 2007 di Desa Ngampel mengadakan pemilihan kepala desa, dimana ada dua calon kepala desa yang bertarung memperebutkan singgasana Desa Ngampel.

Adalah Arifin seorang tuan tanah di desa Ngampel dan Supono seorang petani kecil yang didukung oleh para petani-petani kecil dan juga buruh-buruh tani di sana. Dalam perhitungan suara di desa yang disaksikan oleh staf desa dan warga, dimenangkan oleh Supono hanya dengan selisih satu suara, yaitu 444 berbanding 445 suara. Akan tetapi di tingkat Kabupaten, justru berbalik hasilnya dan dimenangkan oleh Arifin. Dengan ekspresi emosi dan amarah yang masih terpendam Pak Supono menceritakan hal tersebut kepada saya. Memang seperti itulah apa yang dirasakan oleh Supono dan para pendukungnya ketika mendengar pengumuman dari Kabupaten Jombang. Dengan beberapa kali aksi protes dilakukan ke kabupaten Jombang, tidak menghasilkan apa-apa. Ditambah lagi aparat keamanan yang juga melakukan teror dan penangkapan terhadap warga pendukung Supono. Karena begitu kuatnya dukungan dari kalangan birokrasi dan aparat keamanan, maka Arifin si tuan tanah sampai saat ini langgeng dalam kursi kepala desa.

Dalam obrolan tersebut, yang juga bersama beberapa orang warga setempat selain dengan Supono, saya memberikan sedikit masukan kepada mereka. Bahwa kasus pilkades tahun 2007 itu tidak akan selesai jika kita tidak melakukan aksi terus-menerus untuk menuntut pertanggungjawaban dan kebena ran yang terjadi. Namun juga, kepala desa pilihan bupati tentunya juga tidak akan pernah tinggal diam dalam hal tersebut, dia pasti juga akan memberikan perlawanan terhadap protes kita. Tak hanya logistik yang akan terkuras dalam pertarungan itu, namun juga waktu. Sementara warga desa harus tetap disibukkan oleh pekerjaan sehari-hari mereka.

Hal tersebut di-iya-kan oleh Supono, yang mengatakan bahwa memang membutuhkan waktu dan keuangan yang besar, sementara kita tidak hanya berhadapan dengan Arifin, namun juga dengan aparat keamanan dan juga Bupati Jombang yang mendukung penuh kekuasaan Arifin dan keluarganya, yang selama kurang lebih 15 tahun tidak tergantikan dalam kepemimpinan desa. Yang dilakukan sekarang oleh warga desa adalah memboikot semua kegiatan desa yang diselenggarakan oleh kepala desa, bahkan pada pemilihan! gubernur Jawa Timur bulan Juli lalu, warga desa sepakat untuk golput.

Seiring dengan menariknya kasus di desa Ngampel tersebut dan dengan begitu solidnya persatuan warga desa, serta begitu menyenangkannya desa dengan pemandangan dan kehidupan kesahariannya, intensitas kedatangan saya ke desa Ngampel pun bertamabah. Apalagi setelah warga desa menerima tawaran dari saya untuk lebih memperkuat posisi di dalam dengan membentuk serikat tani dan membuat program sendiri untuk warga desa atas nama serikat tani tersebut. Tepat pada tanggal 30 Juli 2008, saya kembali datang ke desa tersebut untuk sebuah agenda pembentukan serikat tani. Serikat Tani Mandiri atau disingkat STM, mereka menamakan organisasi tersebut, yang diikuti oleh tokoh masyarakat desa, pemuda, bahkan warga yang bekerja di luar desa pun mendukung hal tersebut.

Kemudian juga selain membentuk struktur organisasi, STM juga membuat program kerja yang diperuntukkan bagi warga desa. Ada diskusi rutin dua minggu sekali, membahas persoalan perkembangan sosial-politik terkini, membahas persoalan-persoalan yang dialami oleh tani, sampai membahas soal perilaku para pejabat dan wakil rakyat yang senang dengan profesi sampingannya sebagai koruptor, yang membuat banyak masyarakat menjadi tetap miskin. Tak hanya sekedar mengasah otak saja, STM juga memberikan foto copy buku pelajaran untuk SD, SMP dan SMU yang dibagikan secara gratis bagi para anak desa Ngampel, dan masih banyak lagi program kerja, baik yang berhubungan langsung tentang pertanian seperti pengairan atau irigasi maupun kebutuhan lain yang dianggap penting bagi warga.

Bukan berarti dengan agenda kerja ini mereka melupakan kekalahan yang mereka alami dalam pilkades, yang lebih disebabkan oleh faktor kecurangan. Pilkades 2007 itu seperti memberikan sebuah pembelajaran dan pengalaman bagi mereka, bahwa untuk mencapai kekuasaan membutuhkan persiapan dan strategi taktik yang baik, dan mempersiapkan segala kemungkinan buruk yang terjadi. Mereka juga telah belajar dengan baik, bagaimana memberikan perlawanan terhadap kekuasaan yang dzolim dan bertengger di atas sebuah kecurangan. Setiap hal yang dilakukan sekarang ini oleh STM tentunya akan sangat berguna pada pemilihan kepala desa mendatang, dimana dengan semangat acungan tangan kiri terkepal sebagai simbol perlawanan dan siap lagi bertarung di medan politik untuk sebuah kekuasaan tani yang sejati.

Pada tanggal 22 Agustus nanti, saya berencana datang kembali ke desa Ngampel. Bertemu kembali dengan warga desa Ngampel, melihat kembali hamparan luas menghijau, melihat kembali cahaya kunang-kunang dan bulan di malam hari, merasakan kembali kesejukan embun, mendengar merdu kicauan burung.
Anda berminat untuk ikut serta bersama saya ke desa Ngampel di Jombang?

Ditulis Oleh Pokemon*
*Penulis adalah anggota Solidaritas Gerakan Mahasiswa Surabaya dan anggota PRP Komite Kota Surabaya

Salam Rakyat Pekerja

Reformasi telah berlalu 10 tahun yang lalu sementara rakyat Indonesia semakin menderita akibat penguasa yang tanpa henti mengisap rakyatnya sendiri.
Kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja, Komite Persiapan Surabaya, bertekad menghentikan segala bentuk penghisapan baik oleh negara beserta seluruh aparatusnya maupun para pemilik modal yang selama ini tertawa mempermainkan nasib rakyat.

Melawan, dengan kekuatan seluruh Rakyat Pekerja!!!

Sosialisme Adalah Solusi Kemerdekaan Sejati Bagi Rakyat!!!

Kami membuka keanggotaan bagi kawan-2 di seluruh Jawa Timur yang berminat untuk bergabung bersama kami dan berjuang melawan penindasan.

Untuk Informasi lebih lanjut, hubungi :

dhant (+6281332362626)

atau e-mail kami di :
prp.surabaya@yahoo.com
prp.sby@gmail.com

PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA

KOMITE PERSIAPAN KOTA SURABAYA

PRP sebagai organisasi politik yang lahir untuk mewujudkan sebuah politik kelas pekerja di Indonesia dimana perjuangan untuk kekuasaan ekonomi, politik dan ideologi itu dilakukan melalui organ partai kelas pekerja. Akan tiba saatnya, hanya sebuah Dewan Rakyat sajalah yang akan mampu menjadi alat kelas pekerja untuk memegang kekuasaan riil.

 

  © Blogger template 'Contemplation' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP